“Masihkah Ada Pahlawan Kita Hari Ini?”

DAERAH, NASIONAL50 Views

http://gajayanatvnews.com – Setiap 10 November, Indonesia kembali menundukkan kepala, mengingat pekik Bung Tomo yang menggema di Surabaya hampir delapan dekade silam. Namun di tengah hiruk pikuk dunia modern ketika notifikasi bergantian di layar ponsel dan isu-isu global masuk lewat feed media sosial, muncul pertanyaan lantang dari generasi muda: “Masihkah ada pahlawan hari ini?”

Pertanyaan itu muncul bukan karena hilangnya rasa hormat pada para pejuang kemerdekaan, tetapi karena realitas baru yang sedang mereka hadapi. Pahlawan masa lalu bertempur dengan senjata. Pahlawan masa kini berjuang di medan yang berbeda: informasi, kesehatan mental, literasi digital, lingkungan, dan ruang-ruang sosial yang semakin kompleks.

Generasi Baru, Definisi Baru

Menurut survei Populix 2024, 83% Gen Z Indonesia percaya bahwa “pahlawan masa kini adalah orang biasa yang melakukan kebaikan yang berdampak”, bukan tokoh besar atau figur publik.
Data ini selaras dengan teori symbolic interactionism dari Herbert Blumer yang menekankan bahwa makna sosial dibentuk dari pengalaman dan interaksi. Generasi muda menafsirkan kepahlawanan bukan melalui seragam atau pangkat, tetapi melalui perjumpaan sehari-hari: guru yang sabar, relawan yang hadir saat bencana, teman yang menemani di masa gelap.

Ahli komunikasi Prof. Rhenald Kasali pernah mengatakan, “Generasi hari ini adalah agen perubahan yang bekerja lewat jejaring, bukan hirarki.” Mereka bergerak dalam komunitas, bukan struktur formal. Mereka memulai perubahan dari lingkup kecil, bukan panggung besar.

Ketika Pahlawan Tak Lagi Mencari Sorotan

Contohnya terlihat jelas di banyak daerah. Di Lombok, mahasiswa teknik mengembangkan sensor kebakaran hutan murah untuk desa-desa rawan api. Di Kediri, komunitas Anak Ruang Belajar membuka kelas gratis untuk anak dari keluarga buruh harian. Di Jakarta, puluhan relawan kesehatan mental membentuk ruang curhat online yang menampung ratusan percakapan setiap minggu.

Tidak ada upacara, tidak ada penghargaan. Namun apakah itu membuat mereka kurang layak disebut pahlawan? Tidak. Dalam dunia yang didera ketidakpastian ekonomi, tekanan sosial, dan lonjakan informasi, tindakan kecil yang konsisten menjadi bentuk kepahlawanan baru.

Fenomena ini dapat dijelaskan melalui konsep micro-activism dalam ilmu komunikasi: aksi-aksi kecil yang terhubung, membentuk perubahan kolektif. Katz & Lazarsfeld, melalui teori two-step flow, juga menegaskan bahwa pengaruh perubahan sosial sering kali datang dari opinion leaders lokal—orang terdekat, bukan figur besar.

Tantangan Zaman: Disinformasi & Krisis Keteladanan

Generasi muda hidup di era banjir informasi. Mereka bisa mengakses sejarah dalam satu klik, namun juga melihat paradoks sosial di sekitarnya: ketidakadilan, korupsi, polarisasi politik. Karena itu, mereka rindu figur teladan yang autentik.

Pakar komunikasi digital Dr. Devie Rahmawati menegaskan: “Anak muda hari ini tidak mencari pahlawan yang sempurna. Mereka mencari sosok yang jujur, konsisten, dan mau bekerja nyata.”

Pahlawan masa kini tidak lahir dari narasi besar yang dibangun negara, tetapi dari ketulusan yang mereka lihat langsung di lapangan.

Ketika Perjuangan Berpindah ke Ruang Digital

Hari ini, sebagian besar gerakan sosial lahir di dunia maya lebih dulu.
Instagram menjadi ruang kampanye lingkungan.
TikTok menjadi ruang edukasi literasi digital.
X/Twitter menjadi arena advokasi isu-isu publik.

Dalam laporan We Are Social 2025, 70% Gen Z Indonesia pernah ikut serta dalam kampanye sosial online, dan 41% di antaranya meneruskannya ke aksi offline. Angka ini menunjukkan bahwa ruang digital bukan sekadar tempat hiburan, tetapi medan perjuangan baru.

Kreator konten edukatif, jurnalis warga, hingga admin komunitas kesehatan mental adalah pahlawan yang bekerja dalam diam, tanpa medali.

Kepahlawanan yang Lebih Dekat dari yang Kita Kira

Pada akhirnya, pahlawan masa kini tidak selalu melakukan hal besar. Banyak dari mereka hanya melakukan satu hal: tidak berpaling ketika melihat masalah.

Mereka mungkin:

  • kakak senior yang mengajari adik kelas menghadapi kecemasan menjelang UTBK,
  • pengusaha kecil yang tetap menggaji karyawan meski omzet turun,
  • guru honorer yang berjalan jauh demi mengajar lima anak,
  • atau orang tua yang bekerja keras meski lelah, demi masa depan keluarga.

Pahlawan masa kini tidak selalu memegang bendera; banyak dari mereka memegang harapan.

Lalu, Masihkah Ada Pahlawan Hari Ini?

Jawabannya: ada, dan justru semakin banyak.
Hanya saja, mereka tidak selalu terlihat. Kepahlawanan hari ini tersebar—di kelas, di komunitas, di kolong jembatan tempat relawan berbagi makanan, di ruang digital tempat orang menjaga ruang aman, dan di rumah-rumah tempat keluarga bertahan menghadapi hidup.

Hari Pahlawan bukan lagi sekadar ritual sejarah, tetapi pengingat bahwa generasi ini memiliki medan perjuangannya sendiri, dan mereka sedang menghadapinya dengan cara yang mereka bisa.

Ditulis oleh : Zenitha Putri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *